Pernah mendengar seseorang berkata, “Namanya juga anak yang minta … mau ga diturutin gimana? kasian…” Cerita lain lagi, pernah mendengar kasus remaja yang membunuh orang tuanya lantaran tidak dibelikan sepeda motor yang ia inginkan? Ada yah beberapa kasus viral yang membuat kita semua merasa miris dan prihatin.
Dari sekian banyak kasus yang terjadi berkaitan dengan pemenuhan keinginan anak terhadap orang tua. Akhirnya muncul pertanyaan, apakah sikap orang tua selama ini murni bentuk kasih sayang atau justru tanpa disadari berubah menjadi kebiasaan memanjakan? Pertanyaan ini penting, sebab batas antara “sayang” dan “memanjakan” kerap sangat tipis.
Kasih sayang, biasanya hadir dalam bentuk pelukan, kata-kata lembut, perhatian dan waktu kebersamaan. Kasih sayang juga bisa hadir dalam bentuk bimbingan dan arahan.
Inilah bentuk kasih sayang yang menumbuhkan daya tahan mental, bukan sekadar menghibur sesaat. Anak yang tumbuh dengan kasih sayang akan lebih percaya diri, memiliki ikatan emosional yang sehat, dan mampu mengembangkan empati kepada orang lain.
Berbeda dengan kasih sayang, memanjakan biasanya ditandai dengan pemberian berlebihan tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak. Misalnya, semua keinginan anak dituruti agar ia tidak menangis, atau orang tua selalu mengambil alih kesulitan anak agar ia tidak merasa frustrasi. Sekilas hal ini terlihat sebagai bentuk cinta, tetapi sebenarnya dapat menghambat perkembangan kemandirian.
Anak yang terbiasa dimanjakan cenderung sulit mengelola emosi, kurang memiliki daya juang, dan merasa dunia harus selalu berjalan sesuai keinginannya. Dalam jangka panjang, ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang rapuh saat menghadapi tantangan, ia juga mudah temperamental bahkan manipulatif apabila keinginannya tidak terpenuhi.
Islam melarang sikap berlebihan dan keterlaluan dalam hal kasih sayang semacam ini, dan terdapat beberapa ciri orang tua sedang memanjakan anak . Ada beberapa ciri yang bisa menjadi alarm bagi orang tua:
- Selalu menuruti keinginan anak, meskipun tidak sesuai dengan kebutuhan atau kemampuan.
- Menghindarkan anak dari konsekuensi, misalnya anak malas belajar tetapi tetap diberi hadiah.
- Tidak memberi batasan yang jelas, sehingga anak tidak mengenal aturan.
- Membiarkan anak mengendalikan keputusan keluarga, meski belum matang secara usia.
Jika pola ini terus berlanjut, anak mungkin tumbuh tanpa memahami arti tanggung jawab maupun disiplin.
Dari Khaulah binti Hakim, Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya anak itu bisa menjadi penyebab kikir, pengecut, bodoh dan sedih” (Shahihul Jami’ Imam Bukhari)
Sayang dan memanjakan anak memang sama-sama lahir dari niat baik, tetapi dampaknya sangat berbeda. Kasih sayang mendidik anak untuk kuat dan berempati, sedangkan memanjakan berisiko membuat anak lemah dan egois. Orang tua bijak akan selalu belajar menempatkan diri: kapan harus memeluk, kapan harus melepas, dan kapan harus berkata “tidak” demi kebaikan anak. Dengan begitu, cinta orang tua bukan hanya dirasakan saat ini, tetapi juga menjadi bekal berharga bagi anak untuk menjalani kehidupan yang penuh tantangan.